Kurasu no Daikiraina Joshi to Kekkon Suru Koto ni Natta Volume 1 - Chapter 2 (Part 4)
Chapter 2 - Kehidupan Baru (Part 4)
Jam pelajaran pertama adalah
bola voli di gym.
Saito sedang duduk di pojok,
memandangi tim yang sedang bersaing.
Shisei berdiri di tengah
lapangan, bahkan ketika bola beterbangan diatasnya, dia tetap berdiri diam.
Bola-bola itu mengenai
kepalanya, wajahnya, tubuhnya, seolah-olah dia adalah lubang hitam yang menarik
bola-bola tersebut. Setiap kali ini terjadi, tubuh mungilnya terbang tanpa satu
teriakan pun.
Dia diam. Seorang gadis muda yang
terbang dengan diam membuat semua orang menggigil.
“M, maaf! Houjo! Apakah kamu
baik baik saja!?"
Para siswa dari tim lawan
dengan cemas mengejarnya; Namun Shisei..
"Tidak masalah. Belum
mati.”
Katanya, dengan nada tenang seperti
tidak terjadi apa-apa. Mungkin orang yang paling mirip dengan Tenryuu di rumah
tangga Houjou adalah Shisei. Namun meskipun begitu, bahkan jika dia acuh tak
acuh tubuhnya secara bertahap dipenuhi dengan luka-luka.
—Apakah ini akan baik-baik saja…..?
Sementara Saito mengkhawatirkannya
seperti saudara laki-laki yang sedang menonton pertandingan, Akane memegang
bola dan mendekatinya. Dia berdiri di samping Saito, dan bertanya padanya
sambil mengalihkan pandangannya.
“Pagi ini, apa yang kamu
bicarakan dengan Shisei?”
"…..Sesuatu."
Saito menjawab dengan enggan.
Jika dia mengatakan padanya bahwa Shisei tahu segalanya, ini akan menjadi
merepotkan.
“Katakan dengan jelas. Kamu
tidak memberi tahu Shisei tentang pernikahan kita, kan?”
“Aku tidak memberitahunya”
Bukan aku sendiri yang
memberitahunya.
"Sungguh? Kamu tidak bisa
dipercaya."
"Aku serius. Apa yang kudapatkan
dari memberi tahu Shise tentang hal ini?”
Akane memeluk bola dengan erat
dan menatap jauh.
“Manusia adalah makhluk yang
akan melakukan hal-hal yang tidak berarti saat mereka bosan… Bodoh.”
"Aku tidak bisa memahami jalan
pikiranmu."
“Maksudku, 95% populasi manusia
tidak memiliki usaha/(niat) ataupun perkembangan dalam kehidupan mereka, dan
juga mereka hanya melakukan hal yang tidak berguan setiap harinya .”
“Minta maaflah kepada 95%
populasi manusia.”
Memang benar bahwa banyak orang
menjalani kehidupan yang tidak efisien, tetapi Saito berpikir setiap orang
membutuhkan kebebasan dalam jalan kehidupan mereka sendiri.
Guru Pendidikan Jasmani
memberikan kartu merah karena Shisei terkena bola sedikit terlalu banyak – Ini
pertama kalinya ia/(Saito) melihat kartu merah digunakan untuk bola voli –
Shisei dikeluarkan dari lapangan dan pertandingan berakhir.
"Shisei-chan, lakukan yang
terbaik." "Tidak ada yang perlu kau takuti lagi." "Mari ke
tempat yang aman bersamaku." “Ayo datang ke suatu tempat yang sunyi dan
terlindung dari sinar matahari.”
Beberapa gadis yang membuat
ekspresi seorang bodyguard membawa Shisei pergi. Sepertinya tubuh mungil
Shisei membangunkan naluri keibuan mereka.
Shisei mengarahkan pandangannya
ke Saito sambil dibawa pergi dan mengacungkan ibu jarinya.
"Ani-kun, sisanya, aku
akan serahkan padamu."
"Ya, istirahatlah di UKS."
Dia tidak mengerti apa yang ditinggalkan
Shisei untuknya, tetapi pertandingan timnya dimulai sehingga dia melangkah ke
lapangan. Meskipun Pendidikan Jasmani. bukan mata pelajaran favoritnya, dia mengerti
bahwa memperkuat diri dengan berolahraga selama masa pertumbuhannya sangat
penting untuk pekerjaan bisnis di masa depan.
Saito dan Akane masing-masing
adalah gelandang kiri dan tengah, sedangkan Himari menjaga bagian tengah.
Akane memelototi Saito.
"Aku pasti tidak akan
kalah darimu.”
"Kita berada di tim yang
sama."
"Aku tidak pernah
menganggapmu sebagai rekan setimku."
“Anggap saja aku begitu!
Setidaknya dalam pertandingan ini saja!”
Sementara mereka melakukan
percakapan itu, tim lawan melakukan servis.
“..~”
Saito mencoba menangkap bola,
tapi,
“Kya~!?”
Akane menggunakan seluruh
kekuatan tubuhnya untuk menangkis Saito. Dahi mereka terbentur dengan kekuatan
yang besar, membuat suara yang mengingatkan semua orang akan bel yang berbunyi
di gereja. Kembang api Meletus dengan terangnya di depan mata Saito.
“Apa yang kamu lakukan!?”
“Itu pertanyaanku! Ini bolaku!”
“Itu bukan bolamu! Ini
milikku!"
“Huuuuuuuu!? Siapa yang memberimu
hak untuk memutuskan itu? Sejak awal lahirnya bumi, sudah jelas bahwa itu
bolaku.”
Saito dan Akane memelototi satu
sama lain, dengan mata yang berair dan rasa sakit.
“A, ano-, bola itu bukan
milikmu~? Itu milik sekolah~?”
“Ketika aku memikirkannya Kembali
itu memang benar….”
Saito menutup wajahnya. Dia
terseret mengikuti arus Akane.
Dia biasanya adalah orang yang
tenang untuk anak seusianya, namun, setiap kali dia berbicara dengan Akane, dia
hampir tidak bisa menahan emosinya. Selain itu, dia hanya tidak ingin berhubungan
dengan Akane.
Bola menggelinding ke luar
lapangan, membuat timnya kehilangan poin.
Himari terkikik seolah-olah dia
sedang bersenang-senang.
“Kamu tidak akan tahu seseorang
dari penampilannya tapi ternyata Saito-kun cukup bodoh ya~”
“Kuh~…..”
Itu adalah kesalahan besar. Aku
cukup bangga dengan penghargaan No・1 ku dalam memblock bola,
namun (bisa-bisanya) aku disebut bodoh seperti ini. Agar tidak kehilangan
ketenangannya, Saito menarik napas dalam-dalam untuk mengatur kembali emosinya.
Note : block adalah teknik
dengan cara merintangi atau menghalangi musuh ketika sedang melakukan serangan
di depan net.
“Baiklah, bawa kemari!”
Ada tekad dalam dirinya, namun,
sekali lagi karena mereka berebut bola, dia/(Saito) dan Akane bertabrakan
dengan sangat keras.
Perutnya dipenuhi dengan kepala
Akane,
-Gadis ini seperti peluru...
Meskipun dia/(Saito) tidak
merasakannya, dia diterbangkan keluar lapangan.
Saito berdiri sambil batuk
darah.
“Apakah kamu benar-benar ingin
membunuhku !? Apakah kamu pikir kamu tidak akan dihukum jika kamu melakukan itu
saat dalam pertandingan?!”
Darah juga mengalir di ujung mulut
Akane. Sekarang keduanya penuh dengan
luka-luka.
“Itu karena kamu berdiri di
tempat yang aku tuju! Jangan menghalangi jalanku!"
"Kaulah yang menghalangiku!"
"Itu salahmu karena
berdiri di depan buldoser!"
"Apakah tidak apa-apa
bagimu untuk menyebut dirimu buldoser?"
Itu bukan sesuatu yang biasanya
kamu gunakan untuk menggambarkan seorang gadis SMA yang imut.
“Bisakah kamu bermain dengan
benar lain kali? Jika tidak, aku akan lebih suka menjadi orang yang mengambil
bola!.”
“Uuuuu….”
Akane mengepalkan tinjunya sambal
terlihat marah. Ini jelas kuda-kuda bertarungnya. Saito menempatkan dirinya
dalam posisi bertahan, karena jika dia bersikap sembrono, dia akan diserang oleh
sebuah ancaman seolah-olah ini adalah ring tinju.
Dia diam-diam menyatakan bahwa
dia tidak akan gagal jika dia mendapatkan bola.
Dia memfokuskan semua indranya tubuhnya,
menggunakan indra keenam pada telinganya
dan menghitung kecepatan lintasan bola yang melayang dari sisi lawan.
-Inilah saatnya!
Ketika Saito melompat dengan
ringannya, lututnya mencium dagu Akane. Keduanya terjerat bersama dan jatuh ke
lantai gym. Akane berbaring telungkup, sementara Saito berada di atasnya.
Pakaian olahraganya kusut, memperlihatkan pundaknya yang ramping. Rambutnya
berserakan di lantai, sementara payudaranya bergerak naik turun.
“Aku mendengar suara retakan?!
Apakah tulangmu patah !? ”
Saito benar-benar khawatir, dan
menyentuh dagu Akane. Sementara itu, mata Akane berkaca-kaca.
“K, kamu melakukan ini di depan
umum….. Bahkan jika kita-”
Akane hampir berteriak
"Bahkan jika kita adalah suami dan istri", tapi Saito dengan cepat
membungkamnya.
“Mmph~! Mugamugamuga!”
Akane menggeliat dengan panik
tapi Saito tidak melepaskannya. Dia/(Saito) takut akan balas dendamnya, tetapi
dia lebih takut jika dia/(Akane) membocorkan pernikahan mereka.
Akane mendorong Saito ke
samping untuk menghindari dekapannya. Dia terengah-engah dan memelototi Saito.
“D, dasar cabul… Melakukan aktivitas
cabul ketika kelas berlangsung adalah kejahatan!.”
"Aku tidak melakukan
sesuatu yang cabul."
“Aku sudah selesai denganmu!
Sedikit lagi dan aku tidak bisa menjadi pengantin lagi!”
Saito ingin berteriak 'Bukankah
kamu seorang pengantin sekarang!' tapi dia menahannya. Akane menggunakan bola
voli sebagai perisai untuk tubuhnya.
Teman sekelas mereka melihat
dari jauh dan saling berbisik.
“Mereka melakukannya lagi…”
“Apa mereka tidak bosan~” “Kalian terlalu dekat…”
Teman sekelas mereka memberikan
keduanya tatapan hangat dan penuh kasih sayang.
"Apa yang mereka maksud
dengan" mereka melakukannya lagi?"?”
Mendengar pertanyaan Saito,
Himari menjawab.
“Kamu tidak tahu? Karena Akane
dan Saito selalu bertengkar, kalian berdua sekarang dianggap pasangan di
sekolah. Kamu masuk dalam daftar Pasangan Sejati, dan memenangkan peringkat 2
teratas untuk pasangan suami istri paling lucu di sekolah?”
“K, kita bukan suami istri——!!”
Akane membantah sambil tersipu, tapi mereka jelas suami istri.