Kurasu no Daikiraina Joshi to Kekkon Suru Koto ni Natta Volume 1 - Chapter 2 (Part 6)
Chapter 2 - Kehidupan Baru (Part 6)
“Bangun…bangunlah….”
Sebuah suara yang imut memasuki
telinganya, ketika dia sedang tidur dengan selimut yang lembut.
Getaran yang berirama namun
lembut di pundaknya membuatnya semakin mengantuk. Dia bisa merasakan sinar
matahari di atas kelopak matanya yang tertutup. Selimut yang lembut dipenuhi
dengan aroma manis dari seorang wanita, dengan lembut membungkus tubuh Saito.
Dia tidak ingin membiarkan waktu-waktu
yang nyaman ini berakhir, jadi Saito tetap terus menutup matanya dan berbisik..
“Sedikit lagi…”
“Tidak bisa. Kamu harus bangun
dengan benar. ”
Wanita itu sedikit meraba-raba
pipi Saito. Sensasinya juga menyegarkan dan nyaman.
Satu-satunya yang dapat
melakukan ini hanyalah sepupunya Shisei. Sejak dia kecil, Shisei sering-sering
menyelinap ke tempat tidur Saito.
Dengan pikiran yang kabur itu,
Saito memeluk wanita tersebut.
"Tidak apa-apa. Ayo tidur
bersama."
“Hya~!?”
Tubuh Wanita itu membeku.
Aroma manis rambutnya memasuki
hidung Saito. Itu bukan aroma yang dia benci. Sebaliknya, itu membangunkan
instingnya. Tubuh wanita itu sangat pas di lengannya, seolah-olah dia dibuat
khusus untuknya.
“K, kamu, kamu ….”
Wanita itu gemetar. Suaranya
penuh dengan rasa malu-malu.
Ada sesuatu yang berbeda dari biasanya.
Ketika Saito menyadari itu, dia tidak punya waktu untuk membangunkan kesadarannya.
“Aku bilang bangun——————–!!”
Didorong oleh seluruh
kekuatannya, Saito jatuh dari tempat tidur.
“~!? ~!? ~!?”
Dia menggosok matanya dalam keadaan
panik, dan mengidentifikasi siluet wanita itu.
Orang yang berdiri di sana
bukanlah Shisei, itu adalah Akane yang sedang mengenakan apron. Wajahnya merah
dan matanya berkaca-kaca.
“J,jadi ada aturan di rumah ini
yang menyatakan kamu akan ditarik ke tempat tidur jika kamu membangunkan
seseorang…? Bukankah harusnya tidak ada aturan seperti itut…?”
"Tenanglah. Aku pikir kamu
adalah Shise barusan…”
“Jadi kamu akan menariknya
masuk jika itu Shisei!? Kalian berdua memiliki hubungan yang seperti itu!?"
“Aku tidak tahu apa hubungan
kita berdua/(Shise dan Saito), tapi itu jelas tidak seperti yang kamu bayangkan!
Pertama-tama, letakkan senjatamu terlebih dahulu! ”
Apakah dia berniat menyerangnya
ketika dia sedang tidur, mengapa dia memegang pisau dapur seperti itu. Saito
menggulingkan dirinya di futon untuk memastikan pertahanannya yang sempurna.
"Ini bukan senjata, aku
hanya sedang membuat sarapan."
"Kamu mengatakan kemarin
bahwa kamu tidak ingin membuat makanan lagi."
"Aku tidak membuat untukmu!"
Pisau itu memantulkan sinar
matahari.
"Baiklah. Maafkan aku."
Saito menjatuhkan bahunya
setelah dia berharap terlalu banyak. Dia akan sarapan dengan protein yang
dicampur dengan jus buah lagi pagi ini. Secara ilmiah, itu baik-baik saja.
Akane berbalik dengan cemberut.
“Yahh, lihatlah? Aku tidak
sengaja membuat terlalu banyak. Jika kamu mengatakan kamu ingin memakannya, maka
aku bisa menyisakannya untukmu.”
"Aku tidak butuh makanan sisa."
"Mengapa!? Kamu ingin
memiliki sisa makananku bukan? ”
"Tidak peduli makanan
siapa itu, aku tidak butuh makanan sisa."
Ini menyangkut harkat dan
martabat manusia.
"Tapi kamu memakan semua
makanan sisa tadi malam ..."
"Bukankah itu makan malam
yang kamu siapkan !?"
Saito merasa terancam saat
dianggap sebagai mesin pengolah makanan sisa. Dia tidak baik-baik saja dengan
itu.
"Bagaimanapun, aku tidak menyangka
kamu akan membangunkanku."
“AH~, aku ingat! Aku di sini
bukan untuk membangunkanmu, tapi untuk marah padamu.”
"Marah…?"
“Kemarilah, cepat.”
Saito dengan patuh mengikuti
permintaan Akane. Dia tidak sebodoh itu untuk melawan musuhnya yang memegang
pisau di tangannya di pagi hari seperti ini. Terutama tidak saat dia dengan
tangan kosong.
Dia dibawa ke dapur.
Irisan lobak dan bacon diambil
dari lemari es dan diletakkan di atas meja. Pemandangan yang menawan. Ponsel
yang diletakkan diatas meja Akane memainkan BGM yang pas ketika sedang
bekerja.
"Ini!"
Akane menunjuk ke wastafel.
Piring yang digunakan untuk makan malam tadi malam ditempatkan di sana.
"Apa yang salah?"
"Ini bukan 'apa yang
salah'! Kenapa piring kotornya masih ada!? Aku menyiapkan makan malam tadi
malam jadi kamulah yang harus membersihkannya?”
“Bukankah tidak apa-apa untuk membiarkannya
seperti itu?. Kita masih punya banyak cadangan, tidak apa-apa untuk menumpuknya
sampai ke langit-langit.”
“Apanya yang baik-baik saja!
Itu kotor, berdampak negatif pada estetika, dan itu lebih tidak enak dilihat
daripada apapun! Bersihkan sekarang! Kita (juga) tidak akan punya nasi jika
penanak nasi tidak dibersihkan.”
"Aku tidak berpikir ada
yang salah dengan itu ..."
Setiap kali orang tuanya sedang
berlibur atau tidak ada di rumah, Saito membawa banyak panci dan kompor untuk
digunakan setiap hari, lalu mencuci semuanya di akhir pekan. Ini lebih efisien
daripada mencuci satu per satu.
Pertama, Saito menyelesaikan
rutinitas paginya, lalu dia membersihkan piring. Dia menggosok piring dengan
cepat sehingga dia selesai melakukannya sesegera mungkin, lalu Akane keluar
dari toilet.
"Kenapa kamu membiarkan tempat
duduk toilet terbuka seperti itu!?"
“Ada yang salah dengan itu?”
“Itu adalah hal yang mengerikan
untuk dilihat! Turunkan tutupnya setiap kali kamu selesai!”
"Bukankah lebih baik
bagimu untuk menurunkannya sendiri?"
“Aku tidak ingin menyentuhnya!
Apakah aku harus mengejanya untukmu!? ”
"Tidak tahu."
“Hah~? Luar biasa!"
Akane menunjukkan kekecewaan
total.
Bahkan jika dia mengatakannya
seperti itu, baik orang tuanya maupun Shisei tidak pernah mengeluh tentang tempat
duduk toilet, jadi dia tidak bisa memahaminya. Bahkan jika dia dimarahi di pagi
buta semacam ini, dia juga bisa marah.
“Inti kertas toilet masih ada,
begitu juga dengan kotak sabun, apa artinya itu?!. Apakah kamu berencana untuk
membuat rumah yang menakjubkan ini menjadi hutan hujan?”
“Itu baik-baik saja jika dibersihkan
satu kali setiap bulan.”
Melihat Saito mengangkat
bahunya, Akane memelototinya.
“K, kamu serius….? Apakah kamu
bahkan manusia? ”
“Aku benar-benar ingin menjadi
seperti itu/(manusia). Belajarlah untuk jangan lari dari sampah, tapi cobalah
untuk hidup bersamanya.”
“Tidak, apa maksudmu hidup
dengan itu! Aku menginginkan kehidupan yang bersih, cantik, dan layak!”
“Sayangnya, aku ini tidak rajin.
Bahkan aku sendiri mempertanyakan arti dari mandi dan membersihkan diri.”
“Aku tidak bisa berkata-kata
tentang kesadaranmu! Tidak ada yang perlu diragukan lagi sekarang!?”
Akane gemetar ketakutan.
"Aku selesai membersihkan
piring, itu saja."
"Tunggu, tunggu
sebentar."
“Aku sakit kepala karena kau mengoceh
di pagi hari. Diamlah sedikit untukku.”
"Hah!? Sebenarnya apa arti
tinggal bersama bagimu?!.”
“Bukankah kita tinggal bersama
hanya untuk keuntungan kita berdua. Jangan ikut capur terlalu dalam.”
Kemudian Saito meninggalkan
dapur. Dia mendengar beberapa hentakan dari Akane, tapi kewarasannya tidak
tahan jika dia serius menghadapinya.
Kemudian Saito bersiap ke
sekolah.
Tak hanya urusan rumah tangga,
keduanya juga mengalami berbagai kendala dalam aktivitas sehari-hari.
Tinggal dengan seorang gadis
yang dia benci mendorong tingkat stresnya ke batas maksimumnya.
Orang yang kelebihan beban adalah
Saito, dia menyalakan konsolnya setelah selesai makan malam. Tentunya, hanya
permainan yang bisa menghilangkan stres darinya.
Untungnya, rumah ini memiliki
televisi berukuran besar dan satu set speaker yang tidak dapat dibandingkan
dengan rumah orang tuanya. Bahkan sejak dia pindah dia selalu ingin mencoba untuk
bermain game, tapi dia tidak punya pilihan.
Layar menampilkan bidikan
close-up tentara zombie.
Saito menggunakan senjata untuk
memusnahkan gelombang zombie itu. Jeritan zombie bergema di seluruh medan
perang berdarah.
Setelah bermain selama dua jam,
dia terus mengikuti alur cerita ketika lankah Akane terdengar mendekat. Saito
merasa perutnya terbakar hanya karena itu.
Dia berpikir untuk berdebat
lagi, atau dimarahi olehnya tentang beberapa pekerjaan rumah. Sangat
menjengkelkan untuk diinterupsi ketika seseorang sedang bersenang-senang.
Dia berdoa agar roh jahat itu
pergi tetapi itu sia-sia, Akane melesat tepat ke ruang tamu.
“Bagaimana aku bisa
berkonsentrasi ketika belajar jika kamu terus membuat keributan seperti itu!
Dan, game aneh apa yang kamu mainkan di sini!?”
Saito menjelaskan dengan jelas.
“Ini bukan permainan yang aneh.
Ini adalah game Aksi Berburu Zombie Berbasis Komunitas. Dalam game ini kamu harus
membunuh zombie yang muncul di setiap kota dan provinsi dengan tokoh symbol dari
setiap negara. Gubernur akan memberimu arahan di setiap stage, konteks
dan atraksi yang sebenarnya diciptakan Kembali, serta setiap zombie didasarkan
pada model tokoh sejarah…”
“Aku tidak peduli! kamu dapat
menjelaskan semua yang kamu inginkan, aku tidak perduli! Tapi Itu terlihat
menjijikkan, hapus!"
Akane menggunakan tangannya
untuk menutupi matanya.
“Ini tidak menjijikkan. Aku
menurunkan level gore menjadi 40%. Karena jika itu lebih tinggi, aku tidak akan
bisa melihat apa pun melalui organ dalam ataupun darah.”
“Aku tidak peduli apakah itu
40% atau apa pun, gore adalah gore. Seleramu menjijikkan.”
"Kamu juga pernah memakan
organ hewan, kan."
“Aku tidak ingin memakannya
lagi setelah melihat ini! Aku tidak bisa mengerti orang-orang yang bermain game
dengan genre kekerasan. Orang-orang itu pada dasarnya adalah penjahat.”
Saito merasa kesal.
“Apakah kamu berprasangka?
Berhentilah mengeluh tentang selera orang lain.”
"Kubilang berhenti
memainkan ini di rumahku!"
"Ini juga rumahku!"
"Kamu hanya seorang
pengunjung!"
"Apa!"
Dahi keduanya saling bergesekan
dan mata mereka melotot lurus satu sama lain. Jika seseorang bertanya tentang
perubahan mereka setelah menikah, jawaban jujurnya bukan hanya hubungan mereka
tidak membaik, tetapi medan perang mereka semakin melebar.
"Cukup, sudah cukup. Aku
akan mencabutnya.”
Akane dengan marah mendekati
konsol.
"Tunggu tunggu
tunggu!"
Saito dengan cepat meraih
tangan Akane.
“J, jangan sentuh aku! kamu
pengecut jika mengandalkan kekerasan.”
“Kaulah yang menggunakan
kekerasan. Apakah kamu berencana untuk membunuh data yang telah kumainkan
selama 2 jam!?”
Akane memiringkan kepalanya dan
meletakkan jari telunjuknya di bibirnya.
“Data…permainan…? Tidak tahu,
tapi aku tidak membunuhnya.”
"Kamu bahkan tidak mengerti
data game?"
"Apakah kamu
meremehkanku?"
“Aku tidak meremehkanmu! Apakah
kamu pernah bermain game sebelumnya?”
"Tentu saja. Aku pernah
memainkan permainan menangkap UFO. Aku bahkan bisa mengambil boneka mainan yang
besar!”
Dia membusungkan dadanya dengan
bangga, tapi pengalaman ini bukanlah sesuatu yang bisa dia gunakan untuk
memahami para gamer.
Akane mendorong tangan Saito
menjauh dan berlari ke konsol.
"Apa yang kamu coba lakukan!"
“Aku akan menyegelnya ke dalam
laci. Bermain game di rumah ini dilarang!”
"Apakah kamu ibuku!"
Saito memegang konsol erat-erat
untuk mengambilnya kembali.
“Aku tidak ingat membesarkan
seseorang dengan kepribadian bermasalah seperti ini!”
"Yang dengan kepribadian
busuk adalah kamu!"
Keduanya memperebutkan konsol,
tidak menghasilkan satu langkah pun, telapak tangan mereka mulai berkeringat. Jika
dia ceroboh maka konsol ini akan terpleset dari tangannya, jadi Saito
menggunakan kukunya untuk memegang konsolnya.
Tepat saat itu, bel pintu
berbunyi.
"Ah ~, ada tamu."
“Oi, kuhh~….”
Akane dengan cepat
melepaskannya, membuat Saito kehilangan keseimbangan. Dan matikan kabel daya
konsol dan layar. Saito menyaksikan data permainannya berubah menjadi debu.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…..”
Melihat layar yang sekarang
hitam, Saito berteriak kesakitan.
Orang yang membunyikan bel
adalah orang dari perusahaan pemindahan barang. Sepertinya ada beberapa barang
yang tertinggal di rumah orang tua Saito.
Saito bersyukur mereka
mengirimkannya seperti ini, tapi kenyataannya, mereka hanya berusaha menghapus
semua kehadiran Saito dari rumah orang tuanya, yang membuat Saito merasa sedikit
sakit hati.
—Jadi aku tidak bisa kembali ke
rumah orang tuaku lagi….
Sekali lagi dia sadar akan hal
itu, dia membuka koper yang baru dikirim sambil menghela nafas. Dia tidak
menyesalinya, tetapi itu masihlah tempat di mana dia dilahirkan dan dibesarkan,
yang dimana itu lebih baik daripada medan perang saat ini. Untuk tidak melihat
wajah Akane lagi, Saito bahkan rela menjual jiwanya kepada iblis.
Perang yang sengit menunggunya
besok pagi. Untuk menyembuhkan lukanya tubuh tentaranya, Saito akan berendam di
bak mandi perlahan-lahan.
Dia melangkah keluar dari
ruangan tanpa membawa apa-apa,
-Betul sekali. Aku harus
membawa beberapa pakaian untuk diganti.
Dia kembali ke kamarnya,
membawa pakaian dalam dan piyamanya.
Kecuali ketika Shisei mampir
untuk bermain, Kembali lagi/(flashback) ke rumah orang tuanya, tidak ada
masalah jika dia berjalan telanjang dari kamar mandi ke kamarnya sendiri, jadi
dia melupakannya begitu saja. Tapi jika dia tertangkap telanjang oleh Akane,
pasti dia akan diceramahi nanti.
Berpikir seperti itu, Saito
menanggalkan pakaian di ruang ganti.
Ada cahaya yang datang dari
kamar mandi, tetapi tidak ada suara yang keluar darinya.
Setiap kali Saito lupa
mematikan lampu, dia dimarahi “Sungguh, pemborosan listrik?!”, tapi bukankah
Akane juga boros… dengan marah, dia membuka pintu dan masuk ke kamar mandi.
“…?!”
Pemandangan di dalam membuatnya
membeku.
Akane sedang berendam di dalam
bak mandi.
Dia berbaring telungkup di bak
mandi besar dengan mata tertutup.
Dadanya yang biasanya sederhana
di bawah seragam sekolahnya, tapi ketika tidak ada yang menutupinya ternyata
itu cukup besar, dan terus terang…. Itu benar-benar diluar perkiraan. Bentuknya
ditekankan oleh air, memperlihatkan sedikit merah muda di ujungnya.
Note : (
Bahunya yang ramping, bersama
dengan kakinya di bawah air yang jernih tampak begitu putih hingga membutakan
matanya. Rambutnya yang diikat biasanya menjadi ciri khasnya, yang kini tidak
diikat, membiarkan tetesan air mengalir di pipinya.
Saito merasa dia cantik.
Bahkan jika dia berdebat
dengannya setiap hari, itu adalah fakta yang tidak bisa dia sangkal. Tidak
salah lagi, dia adalah wanita yang cantik. Saito begitu tenggelam sehingga dia
lupa untuk kembali ke ruang ganti.
Tapi, dia segera mendapatkan
kembali kewarasannya
--Sialan.
Ketakutan utama naik ke seluruh
tubuhnya. Dia tahu dia baru saja melakukan kejahatan.
Dia masuk kedalam kamar mandi ketika
teman sekelas wanitanya sedang mandi.
Tidak aneh jika dia menerima
hukuman mati. Tidak, Akane memandangnya sebagai musuh bebuyutan, dia bahkan
mungkin memberinya hukuman yang lebih buruk daripada kematian.
Namun, dia beruntung, mata
Akane tertutup, sepertinya dia belum menyadari Saito. Ini adalah waktu utama
untuk melarikan diri dari sarang naga.
Saito berjinjit keluar dari
kamar mandi.
Tidak boleh bersuara, ini berarti
hidup dan mati bagiku.
Bahkan jika suara kakinya
meninggalkan suara yang dapat mencapai Akane, sudah membuat Saito sangat stres.
Panas dari kamar mandi membuat
napasnya sulit. Tidak banyak menit telah berlalu sejak dia memasuki kamar
mandi, namun dia berkeringat, dan dia merasa seolah-olah waktu berhenti.
Entah bagaimana, dia mencapai
ruang ganti, tapi Saito kelelahan.
Dia menggunakan sisa
kekuatannya untuk perlahan menutup pintu, lalu mencoba melarikan diri dengan
pakaiannya.
Tapi.
“…..Aneh sekali.”
Saito berhenti di koridor.
Bahkan jika Akane hanya menutup
matanya, dia tidak memperhatikan Saito di sana berarti dia terlalu tidak peka
terhadap sekelilingnya.
Apakah dia hanya menutup
matanya? Bukankah mabuk di kamar mandi akan membuat sesuatu menjadi lebih
buruk? Jika saja misalkan orang yang kamu nikahi mati di kamar mandi, akankah
pasangannya merasa bersalah ketika dia meninggalkan masalah tersebut?
Berdiri telanjang di lorong,
Saito merasa sangat khawatir.
Bahkan jika orang itu adalah
musuh bebuyutannya, dia tidak bisa membiarkannya mati seperti itu.
“Sialan~…”
Saito sekali lagi mendekati sarang
naga yang sedang tidur.
Pertama, dia mencoba mengetuk
kamar mandi.
“O, o~i, apa kamu masih
hidup~…?”
Tidak ada respon.
“Cepat bangunlah! Kamu masih
hidup! Jangan menyerah pada dirimu sendiri!"
Meskipun dia tidak
bersungguh-sungguh, dia tidak bisa memikirkan kata-kata yang lebih baik untuk
diucapkan, dan dia terus berteriak secara acak.
Ruangan itu merespons dengan
keheningan yang tidak wajar.
Tidak ada pilihan lain, jadi
Saito membuka pintu.
Akane masih dalam posisi
menghadap ke atas, menutup matanya. Dia takut tubuhnya sepertinya telah
tenggelam ke posisi yang lebih rendah dari sebelumnya. Sedikit lagi dan
mulutnya akan masuk ke dalam air.
Saito mendekati Akane yang
berada di bak mandi, dan bisa mendengar suara napasnya yang lembut.
—Jadi kamu sedang tidur!
Kekhawatirannya ternyata
sia-sia, tetapi situasi berbahaya masih tetap ada. Ada banyak kecelakaan fatal
karena tidur dan mabuk di bak mandi.
Wajah Akane yang biasanya kasar,
kini menghilang seolah itu semua bohong. Seorang Akane tanpa kerutan di alisnya
terlihat sangat imut sehingga tidak ada keluhan. Bibirnya basah, dan tengkuknya
yang memantul dari air tampak ke atas.
"Bangun ... bangun ...
Bangun!"
Saito mendekat untuk
membangunkannya, tapi Akane tidak membuka matanya.
Gumaman keluar dari bibir merah
muda ceri-nya.
“Munya munya… akhirnya kau
mengakui kekalahanmu… Anak baik… Jika kau berlutut dan meminta maaf, aku
mungkin rela membiarkanmu tinggal di kandang anjing…”
“…Rupanya lebih baik
meninggalkannya di sini ya.”
Saito membuat ekspresi kesal.
Tampaknya bahkan dalam
mimpinya, Akane berkelahi dengan Saito. Selain itu, dia menuntut beberapa
permintaan yang keterlaluan. Dia pasti sangat membenci Saito.
Meski begitu, meninggalkan
seorang gadis tenggelam di rumahnya akan meninggalkan rasa yang tidak enak.
Saito mengguncang bahu Akane.
“Oke sudah cukup! Kamu akan
mati!"
Akane terus tidur.
—Jika membiarkannya seperti
ini… akan buruk jika aku meninggalkannya.
Saito memutuskan untuk
memindahkan Akane ke tempat yang aman.
Dia memegang lengan Akane dan
menyeretnya keluar dari bak mandi.
Bagian telanjang yang
tersembunyi di bawah air sekarang sepenuhnya terlihat, membawa kekuatan ofensif
yang sangat besar. Lingkar pinggangnya yang ramping memasuki pandangannya,
membuat Saito segera berbalik.
Kelembutannya merusak
keseimbangannya, membuat tubuh Akane bersandar pada Saito.
Perasaan yang lembut. Payudara
teman sekelasnya sekarang ditekan ke dada Saito. Sensasi ujungnya sangat terasa
olehnya.
Keduanya direkatkan melalui
kulit telanjang, napas Akane berpindah ke kulitnya. Wajah Akane terlihat
menawan dari dekat.
Saito bisa merasakan bagian
bawahnya bersemangat untuk pergi.
—Ini hanya reaksi biologis, ini
hanya reaksi biologis, ini hanya reaksi biologis…!
Dia tidak tahan ketika dia
bereaksi seperti itu terhadap musuh bebuyutannya, jadi dia meneriakkannya untuk
menenangkan dirinya. Dia tidak melakukan sesuatu yang jahat, ini untuk
menyelamatkannya. Namun, rasa bersalah terus menyerangnya.
“Uhn~…Saito adalah… orang idiot…”
Suara lucu Akane, dan napas
lembutnya, memasuki telinganya.
—-Apakah kamu ingin membunuhku!
Saito segera meneriakkan
formula integrasi yang dia pelajari di sekolah, tetapi tidak peduli seberapa
canggih formulanya, dia tidak bisa menang melawan tubuh seorang gadis.
Perlahan-lahan, fenomena biologis Saito berkembang pesat, dipenuhi dengan
energi yang cukup untuk mengubah dunia.
Tepat saat itu.
Akane membuka matanya.
"Ah."
Saito membeku.
Akane terlihat tidak fokus
untuk sesaat, tapi setelah itu, dia mulai fokus sampai wajahnya sepucat salju.
“Eh, ap, apa ini…? Mengapa kita
saling berpelukan telanjang….? Pelecehan seksual…? Kejahatan seksual…?”
"Aku akan menjelaskan ini
dengan jelas, jadi tolong tenang dan dengarkan."
Bahkan jika Saito ingin
menjelaskan dengan tenang melalui keringat dinginnya, sulit untuk tenang
melakukannya pada seorang gadis yang baru saja bangun dalam situasi ini.
Bersamaan dengan jeritan yang
bisa membangunkan seluruh jalan, Saito dipukul terbang keluar dari kamar mandi.
Dan pintu di belakangnya
dibanting menutup dengan kekuatan yang membara.
Note : bad ending (
͡ ° ʖ̯ ͡ ° ) “Tidak dapat dipercaya! kamu
cabul! Keluar dari sini sekarang! Keluar dari rumah ini! Keluar dari planet
ini———–!!”
“Setidaknya biarkan aku hidup
di Bumi! Aku tidak melakukan kesalahan apa pun!”
"Kamu mengatakan tidak ada
yang salah dengan menyelinap ketika gadis sedang mandi?"
“Itu~…..”
Situasinya terlalu rumit, dia
tidak bisa segera menjelaskannya.
“Kau melihatku telanjang kan!?
Kamu juga melihat payudaraku!? Lebih penting lagi, bagian bawah…”
"Aku tidak'--"
Dia melakukannya, sepenuhnya.
Dan itu dengan enggan membuatnya terangsang. Dia tidak bisa menyangkal atau
menjelaskannya.
“Kamu kasar! Menghilang! Jangan
pernah masuk ke kamar mandi ini lagi—–!!”
Diberi permintaan yang sama
sekali tidak masuk akal, Saito melangkah keluar dari ruang ganti.
Setelah keluar dari kamar
mandi, Akane mengeringkan rambutnya di ruang ganti dengan mata berkaca-kaca.
Ini adalah pertama kalinya dia
terlihat benar-benar telanjang oleh seorang pria, dan pria itu adalah musuh
bebuyutannya, tidak kurang. Dia pikir dia akan mati karena malu.
Terlebih lagi...jika dia
memikirkannya dengan jelas, itu mungkin bukanlah sebuah serangan.
Kelelahan dari pekerjaan rumah
dan studi membuatnya tidur di kamar mandi. Jadi bukankah Saito mencoba
membantu... Dia merasa seperti itu.
Jika itu masalahnya, berteriak
pada Saito akan membuatnya menjadi orang yang mengerikan dan tidak tahu
berterima kasih.
Dia tidak memiliki wajah untuk
berbicara dengan Saito sekarang, dia mengambil lebih banyak waktu untuk
mengeringkan rambutnya dari biasanya.
Langkahnya yang berat mencapai
kamar tidur.
Dia akan merasa lebih lega jika
dia tidur, tapi Saito masih terjaga. Dia membaca seperti biasa di tempat tidur.
“………..”
Melihat Akane mendekat, dia
diam-diam menutup bukunya dan menutupi dirinya dengan futon. Dia pasti marah.
Akane berbaring di samping
Saito dan menghadap ke arah sebaliknya.
“A, ano~…”
Dia tidak tahu apakah dia harus
meminta maaf, atau mengucapkan terima kasih.
"….Apa?"
Saito tidak berbalik, dan
menjawab dengan suara kecil.
“Em, jadi, tentang…. Kecelakaan
itu.. aku…”
"Aku tidur."
“…~!”
Menerima balasan yang begitu
dingin, pipi Akane terasa panas.
Dia tiba-tiba marah, dan tidak bisa jujur
pada dirinya sendiri lagi. Selalu seperti ini, sejak mulai
SMA dan bertemu Saito.
“Oh, begitu! Lalu tidurlah
duluan? Karena aku tidak berencana untuk mengatakan sesuatu yang penting!”
Akane menggertakkan giginya,
dan menutupi wajahnya dengan futon.
Tampaknya dia tidak perlu mempersiapkan dirinya lagi.